Dua Pasang Hati
A
A
A
”Kita boleh bicara di dalem?” Lara hanya mengangguk, dan mempersilahkannya masuk. Tidak seperti tamutamu lainnya, yang Lara sediakan minum, Feli hanya diberi air putih saja. Bahkan sejak tadi Lara sudah menahan diri untuk tidak melihat wajahnya.
”Lara, maaf ya.. selama bertahun-tahun ini, gue belum minta maaf sama lo. Gue takut, Ra... lo bakal benci gue,” ucapnya, matanya mulai berkaca-kaca. ”Nggak ada yang perlu lo takutin, Fel. Kan lo bahagia, ada Keenan di samping lo. Dia cinta dan sayang sama lo, tulus.” Perempuan itu terenyak, ketika Lara berkata seperti itu. Bagi Feli, itu bukanlah pujian tetapi sindiran yang memukul benaknya.
”Ra...kemaren gue lihat, ada jam tangan yang jatoh dari tas lo, ya?” ”Iya, emang kenapa?” balas Lara dengan nada datar. ”Jam tangan itu sebenernya...punya gue, Ra.” Hati Lara mendadak kalut, begitu tahu Feli-lah yang memilikinya. Artinya... ”Jam tangan itu punya gue sebagai hadiah ulang tahun Keenan, pas kami masih pacaran dulu. Gue lihat... semuanya udah rusak, Ra. Hancur...” Lara mengalihkan pandangannya ke arah lain, menutupi rasa sedih bercampur kagetnya.
”Maaf, kalo gue udah ngehancurin jam tangan spesial lo buat Keenan.” Sekarang Lara tahu, jawaban inisial F yang terukir di buah jam tangan itu. ”Ra, gue minta maaf banget sama semua perbuatan gue ke lo. Gue waktu itu, nggak maksud buat ngerebut Keenan dari lo. Gue...” ”Udahlah, Fel. Semua itu masa lalu gue, walopun gue belum bisa maafin lo, gue bakal coba nerima semuanya. Gue harap lo baik-baik ya sama Keenan. Siapa tahu aja..
” ”Bukan, Ra. Gue justru yang mendoakan lo baik-baik aja sama Keenan. Gue malu, karena gue udah ngerampas seseorang yang seharusnya buat sahabat gue sendiri. Gue nggak pantes buat Keenan, Ra.” ”Nggak pantes gimana maksud lo? Lo cantik, tajir, pinter, lembut, baik hati. Beda sama gue, Fel. Dari dulu Keenan suka cewek yang kayak lo, dan gue emang terlalu childish nggak bisa nerima kenyataan itu.
Gue yang harusnya ngerasa nggak pantes buat Keenan...” Lara tak bisa menahan air matanya yang mulai menggenang di pelupuk matanya. Feli menggenggam tangan Lara, ”Ra, gue ngomong kayak gini, karena itulah kenyataannya. Gue terlalu hina buat Keenan yang baik hati dan tulus sama gue. Dia begitu dingin, memang karena gue. Gue nyakitin dia sampe akhirnya sikapnya berubah gitu. Cuma elo, Ra... yang bisa membahagiakan dia, bukan gue.
” ”Fel, stop! Gue nggak mau kita ribut lagi karena Keenan. Cukup, hati gue sakit banget kalo inget masalah dulu. Lo ngerti nggak sih?” Isak tangis Lara akhirnya pecah. ”Gue mau lo tahu sesuatu, Ra.” Suara Feli berubah tegas, ”Keenan... sebenernya sejak dulu, udah jatuh cinta sama lo. Lo aja yang terlalu bodoh dan nggak sadar sama semua sikap dia.
” Lara menatap mata Feli tak percaya, hatinya larut dalam kebahagiaan sekaligus sedih, saat Feli mengungkap satu per satu misteri yang sejak dulu ia tidak ketahui. ”Ma-maksud lo apa, Fel?” Suara Lara kembali bergetar hebat, pertahanan hatinya pun mulai goyah. Ada apa sebenernya sih? Kepala Lara mendadak pusing, dipenuhi banyak pertanyaan yang tak mampu ia jawab sendiri. ”Jam tangan itu... emang udah seharusnya hancur, rusak, dan patah.
Itu artinya...Keenan emang bukan milik gue, Ra,” ucap Feli dengan tatapan menerawang, Lara mencoba mengerti apa yang diucapkan Feli kala itu. ”Maksud lo apa sih?” ”Udahlah, ntar juga lo ngerti artinya, Ra. Gue... harus balik, anak gue kasian di rumah.” ”Anak lo? Lo.. udah nikah, Fel?” Lara teringat seorang anak perempuan yang dibawa Feli beberapa hari yang lalu. ”Itu sebabnya, Ra.. gue bilang, gue hina dan nggak pantes buat cowok kayak Keenan.
Gue selingkuhin dia, pas kami pacaran dulu, Ra..” aku Feli jujur. Lara terperanjat sekaligus tak percaya dengan pengakuan Feli. ”Jadi.. lo udah cerai apa gimana sih?” Perempuan itu menggeleng, ”Pas gue hamil anak gue...bapak kandungnya ninggalin gue, Ra.” Lara terdiam, nggak berani berkomentar setelahnya. Mau ngomong aja, dia takut salah... malah ntar Feli yang sensi karena ucapannya. Bahkan Lara saja tak percaya. Feli pernah menyelingkuhi Keenan? (bersambung)
Vania m. Bernadette
”Lara, maaf ya.. selama bertahun-tahun ini, gue belum minta maaf sama lo. Gue takut, Ra... lo bakal benci gue,” ucapnya, matanya mulai berkaca-kaca. ”Nggak ada yang perlu lo takutin, Fel. Kan lo bahagia, ada Keenan di samping lo. Dia cinta dan sayang sama lo, tulus.” Perempuan itu terenyak, ketika Lara berkata seperti itu. Bagi Feli, itu bukanlah pujian tetapi sindiran yang memukul benaknya.
”Ra...kemaren gue lihat, ada jam tangan yang jatoh dari tas lo, ya?” ”Iya, emang kenapa?” balas Lara dengan nada datar. ”Jam tangan itu sebenernya...punya gue, Ra.” Hati Lara mendadak kalut, begitu tahu Feli-lah yang memilikinya. Artinya... ”Jam tangan itu punya gue sebagai hadiah ulang tahun Keenan, pas kami masih pacaran dulu. Gue lihat... semuanya udah rusak, Ra. Hancur...” Lara mengalihkan pandangannya ke arah lain, menutupi rasa sedih bercampur kagetnya.
”Maaf, kalo gue udah ngehancurin jam tangan spesial lo buat Keenan.” Sekarang Lara tahu, jawaban inisial F yang terukir di buah jam tangan itu. ”Ra, gue minta maaf banget sama semua perbuatan gue ke lo. Gue waktu itu, nggak maksud buat ngerebut Keenan dari lo. Gue...” ”Udahlah, Fel. Semua itu masa lalu gue, walopun gue belum bisa maafin lo, gue bakal coba nerima semuanya. Gue harap lo baik-baik ya sama Keenan. Siapa tahu aja..
” ”Bukan, Ra. Gue justru yang mendoakan lo baik-baik aja sama Keenan. Gue malu, karena gue udah ngerampas seseorang yang seharusnya buat sahabat gue sendiri. Gue nggak pantes buat Keenan, Ra.” ”Nggak pantes gimana maksud lo? Lo cantik, tajir, pinter, lembut, baik hati. Beda sama gue, Fel. Dari dulu Keenan suka cewek yang kayak lo, dan gue emang terlalu childish nggak bisa nerima kenyataan itu.
Gue yang harusnya ngerasa nggak pantes buat Keenan...” Lara tak bisa menahan air matanya yang mulai menggenang di pelupuk matanya. Feli menggenggam tangan Lara, ”Ra, gue ngomong kayak gini, karena itulah kenyataannya. Gue terlalu hina buat Keenan yang baik hati dan tulus sama gue. Dia begitu dingin, memang karena gue. Gue nyakitin dia sampe akhirnya sikapnya berubah gitu. Cuma elo, Ra... yang bisa membahagiakan dia, bukan gue.
” ”Fel, stop! Gue nggak mau kita ribut lagi karena Keenan. Cukup, hati gue sakit banget kalo inget masalah dulu. Lo ngerti nggak sih?” Isak tangis Lara akhirnya pecah. ”Gue mau lo tahu sesuatu, Ra.” Suara Feli berubah tegas, ”Keenan... sebenernya sejak dulu, udah jatuh cinta sama lo. Lo aja yang terlalu bodoh dan nggak sadar sama semua sikap dia.
” Lara menatap mata Feli tak percaya, hatinya larut dalam kebahagiaan sekaligus sedih, saat Feli mengungkap satu per satu misteri yang sejak dulu ia tidak ketahui. ”Ma-maksud lo apa, Fel?” Suara Lara kembali bergetar hebat, pertahanan hatinya pun mulai goyah. Ada apa sebenernya sih? Kepala Lara mendadak pusing, dipenuhi banyak pertanyaan yang tak mampu ia jawab sendiri. ”Jam tangan itu... emang udah seharusnya hancur, rusak, dan patah.
Itu artinya...Keenan emang bukan milik gue, Ra,” ucap Feli dengan tatapan menerawang, Lara mencoba mengerti apa yang diucapkan Feli kala itu. ”Maksud lo apa sih?” ”Udahlah, ntar juga lo ngerti artinya, Ra. Gue... harus balik, anak gue kasian di rumah.” ”Anak lo? Lo.. udah nikah, Fel?” Lara teringat seorang anak perempuan yang dibawa Feli beberapa hari yang lalu. ”Itu sebabnya, Ra.. gue bilang, gue hina dan nggak pantes buat cowok kayak Keenan.
Gue selingkuhin dia, pas kami pacaran dulu, Ra..” aku Feli jujur. Lara terperanjat sekaligus tak percaya dengan pengakuan Feli. ”Jadi.. lo udah cerai apa gimana sih?” Perempuan itu menggeleng, ”Pas gue hamil anak gue...bapak kandungnya ninggalin gue, Ra.” Lara terdiam, nggak berani berkomentar setelahnya. Mau ngomong aja, dia takut salah... malah ntar Feli yang sensi karena ucapannya. Bahkan Lara saja tak percaya. Feli pernah menyelingkuhi Keenan? (bersambung)
Vania m. Bernadette
(bbg)